Sirkah berarti ikhtilath (percampuran). Para fuqaha mendefinisikan
sebagai: Akad antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan
keuntungan. Definisi ini dari mazhab Hanafi.
Sebelum membahas tentang koperasi (sirkah ta'awuniyah), sirkah secara umum
disyariatkan dengan Kitabullah, Sunnah dan Isjma'.
Di dalam Kitabullah, Allah berfirman yang artinya:
"Maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga."(Q.
S. 4: 12)
"Dan sesungguhnya kebanyakan
orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh; dan amat
sedikitlah mereka itu."(Q. S. 38: 24)
Di dalam As-Sunnah, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: "Allah SWT berfirman: "Aku ini
Ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang mereka tidak
mengkhianati temannya. Apabila salah seorang telah berkhianat terhadap temannya
Aku keluar dari antara mereka." (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah)
Adapun para ulama telah berijma' mengenai bolehnya berserikat (sirkah).
Lalu bagaimana dengan koperasi atau Sirkah Ta'awuniyah?
Dari segi etimologi kata "koperasi" berasal dan bahasa Inggris,
yaitu cooperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi terminologi,
koperasi ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang
atau badan hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan.
Koperasi dari segi bidang usahanya ada yang hanya menjalankan satu bidang
usaha saja, misalnya bidang konsumsi, bidang kiedit atau bidang produksi. Ini
disebut koperasi berusaha tunggal (single purpose). Ada pula koperasi yang
meluaskan usahanya dalam berbagai bidang, disebut koperasi serba usaha
(multipurpose), misalnya pembelian dan penjualan.
Dari pengertian koperasi di atas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa yaag
mendasari gagasan koperasi sesungguhnya adalah kerja sama, gotong-royong dan
demokrasi ekonomi menuju kesejahteraan umum. Keja sama dan gotong-royong ini
sekurang-kurangnya dilihat dari dua segi. Pertama, modal awal koperasi
dikumpulkan dari semua anggota-anggotanya. Mengenai keanggotaan dalam koperasi
berlaku asas satu anggota, satu suara. Karena itu besarnya modal yang dimiliki
anggota, tidak menyebabkan anggota itu lebih tinggi kedudukannya dari anggota
yang lebih kecil modalnya. Kedua, permodalan itu sendiri tidak merupakan
satu-satunya ukuran dalam pembagian sisa hasil usaha. Modal dalam koperasi
diberi bunga terbatas dalam jumlah yang sesuai dengan keputusan rapat anggota.
Sisa hasil usaha koperasi sebagian Uesar dibagikan kepada anggota berdasarkan
besar kecilnya peranan anggota dalam pemanfaatan jasa koperasi. Misalnya, dalam
koperasi konsumsi, semakin banyak membeli, seorang
anggota akan mendapatkan semakin banyak keuntungan. Hal ini dimaksudkan
untuk lebih merangsang peran anggota dalam perkoperasian itu. Karena itu
dikatakan bahwa koperasi adalah perkumpulan orang, bukan perkumpulan modal.
Sebagai badan usaha, koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan akan tetapi
lebih dari itu, koperasi bercita-cita memupuk kerja sama dan mempererat
persaudaraan di antara sesama anggotanya.
Lalu bagaimana koperasi menurut pandangan Islam dan bagaimana pendapat
para ulama mengenai koperasi? Di bawah ini akan dicoba mengulas masalah
tersebut.
Sebagian ulama menganggap koperasi
(Syirkah Ta'awuniyah) sebagai akad mudharabah, yakni suatu perjanjian kerja
sama antara dua orang atau lebih, di satu pihak menyediakan modal usaha,
sedangkan pihak lain melakukan usaha atas dasar profit sharing (membagi
keuntungan) menurut perjanjian, dan di antara syarat sah mudharabah itu ialah
menetapkan keuntungan setiap tahun dengan persentasi tetap, misalnya 1% setahun
kepada salah satu pihak dari mudharabah tersebut. Karena itu, apabila koperasi
itu termasuk mudharabah atau qiradh, dengan ketentuan tersebut di atas
(menetapkan persentase keuntungan tertentu kepada salah satu pihak dari
mudharabah), maka akad mudharabah itu tidak sah (batal), dan seluruh keuntungan
usaha jatuh kepada pemilik modal, sedangkan pelaksana usaha mendapat upah yang
sepadan atau pantas.
Mahmud Syaltut tidak setuju dengan pendapat tersebut, sebab Syirkah
Ta'awuniyah tidak mengandung unsur mudharabah yang dinimuskan oleh fuqaha.
Sebab Syirkah Ta'awuniyah, modal usahanya adalah dari sejumlah anggota pemegang
saham, dan usaha koperasi itu dikelola oleh pengurus dan karyawan yang dibayar
oleh koperasi menurut kedudukan dan fungsinya masing-masmg. Kalau pemegang
saham turut mengelola usaha koperasi itu, maka ia berhak mendapat gaji sesuai
dengan sistem penggajian yang balaku. Menurut Muhammad Syaltut, koperasi
merupakan syirkah baru yang diciptakan oleh para ahli ekonomi yang dimungkinkan
banyak sekali manfaatnya, yaitu membari keuntungan kepada para anggota pemilik
saham, membori lapangan kerja kepada para karyawannya, memberi bantuan keuangan
dan sebagian hasil koperasi untuk mendirikan tempat ibadah, sekolah dan
sebagainya.
Dengan demikian jelas, bahwa dalam koperasi ini tidak ada unsur kezaliman
dan pemerasan (eksploitasi oleh manusia yang kuat/kaya atas manusia yang
lemah/miskin). Pengelolaannya demokratis dan terbuka (open management) serta
membagi keuntungan dan kerugian kepada para anggota menurut ketentuan yang
berlaku yang telah diketahui oleh seluruh anggota pemegang saham. Oleh sebab itu
koperasi itu dapat dibenarkan oleh Islam.
Menurut Sayyid Sabiq, Syirkah itu ada
empat macam, yaitu:
Syirkah 'Inan
Syirkah 'Inan, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dalam
permodalan untuk melakukan suatu usaha bersama dengan cara membagi untung atau
rugi sesuai dengan jumlah modal masing-masing.
Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk
melakukan suatu usaha dengan persyaratan sebagai benkut:
Modalnya harus sama banyak. Bila ada di antara anggota persyarikatan
modalnya lebih besar, maka syirkah itu tidak sah. Mempunyai wewenang untuk
bertindak, yang ada kaitannya dengan hukum. Dengan demikian, anak-anak yang
belum dewasa belum bisa menjadi anggota persyarikatan. Satu agama, sesama
muslim. Tidak sah bersyarikat dengan non muslim. Masing-masing anggota
mempunyai hak untuk bertindak atas nama syirkah (kerja sama).
Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli
sesuatu tanpa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan keuntungan dibagi
antara sesama mereka.
Syirkah Abdan
Syirkah Abdan, yaitu karja sama antara dua orang atau lebih untuk
melakukan suatu usaha atau pekerjaan. Hasilnya dibagi antara sesama mereka
berdasarkan perjanjian seperti pemborong bangunan, instalasi listrik dan
lainnya. Mazhab Hanafiah menyetujui (membolehkan) keempat macam Syirkah
tersebut. Sementara mazhab Syafi'iah melarang Syirkah Abdan, Mufawadhah, Wujuh
dan membolehkan Syirkah Inan. Tiga macam dilarang dan hanya satu macam saja
yang dibolehkan. Mazhab Malikiah membolehkan Syirkah Abdan, Syirkah 'Inan, dan
Syirkah Mufawadhah dan melarang Syirkah Wujuh. Mazhab Hanabilah membolehkan
Syirkah 'Inan, Wujuh dan Abdan, dan melarang Syirkah Mufawadhah.
Selain Imam Mujtahid yang empat itu, masih ada lagi pendapat ulama-ulama
lainnya sebagaimana terlihat pada uraian berikutnya.
Mengenai status hukum berkoperasi bagi urnmat Islam juga didasarkan pada
kenyataan, bahwa koperasi merupakan lembaga ekonomi yang dibangun oleh
pemikiran barat, terlepas dari ajaran dan kultur Islam. Artinya, bahwa Al-Quran
dan hadis tidak menyebutkan, dan tidak pula dilakukan orang pada zaman Nabi.
Kehadirannya di beberapa negara Islam mengundang para ahli untuk menyoroti
kedudukan hukumnya dalam Islam.
Khalid Abdurrahman Ahmad, panulis Al-Tafkir Al-Iqrishadi Fi Al-Islam
(pemikiran-pemikiran ekonomi Islam), Penulis Timur Tengah ini berpendapat,
haram bagi ummat Islam berkoperasi. Sebagai konsekuensinya, penulis ini juga
mengharamkan harta yang diperoleh dari koperasi. Argumentasinya dalam
mengharamkan koperasi, ialah pertama disebabkan karena prinsip-prinsip
keorganisasian yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan syariah. Di
antara yang dipersoalkan adalah persyaratan anggota yang harus terdiri dari
satu jenis golongan saja yang dianggap akan membentuk kelompok-kelompok yang
eksklusif. Argumen kedua adalah mengenai ketentuan-ketentuan pembagian
keuntungan. Koperasi mengenal pembagian keuntungan yang dilihat dari segi
pembelian atau penjualan anggota di koperasinya. Cara ini dianggap menyimpang
dari ajaran Islam, karena menurut bentuk kerja sama dalam Islam hanya mengenal
pembagian keuntungan atas dasar modal, atas dasar jerih payah atau atas dasar
keduanya. Argumen selanjutnya adalah didasarkan pada penilaiannya mengenai
tujuan utama pembentukan koperasi dengan persyaratan anggota dan golongan
ekonomi lemah yang dianggapnya hanya bermaksud untuk menenteramkan mereka dan
membatasi keinginannya serta untuk mempermainkan mereka dengan ucapan-ucapan
atau teori-teori yang utopis (angan-angan/khayalan).
Pendapat tersebut belum menjadi kesepakatan/ijma para ulama. Sebagai
bagian bahasan yang bermaksud membuka spektrum hukum berkoporasi, maka selain
melihat segi-segi etis hukum
berkoperasi dapat dipertimbangkan dari kaidah penetapan hukum, ushul
al-fiqh yang lain. Telah diketahui bahwa hukum Islam mengizinkan kepentingan
masyarakat atau kesejahleraan bersama melalui prinsip ishtishlah atau
al-maslahah. Ini berarti bahwa ekonomi Islam harus memberi prioritas pada
kesejahleraan rakyat bersama yang merupakan kepentingan masyarakat. Dengan
menyoroti fungsi koperasi di antaranya:
Sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat
dan Alat pendemokrasian ekonomi nasional. Dengan demikian bahwa prinsip
ishtishlah dipenuhi di sini dipenuhi oleh koperasi.
Demikian juga halnya, jika dilihat dari prinsip istihsan (metode preferensi).
Menyoroti koperasi menurut metode ini paling tidak dapat dilihat pada tingkat
makro maupun mikro. Tingkat makro berarti mempertimbangkan koperasi sebagai
sistem ekonomi yang lebih dekat dengan Islam dibanding kapitalisme dan
sosialisme. Pada tingkat mikro berarti dengan melihat terpenuhi prinsip hubungan
sosial secara saling menyukai yang dicerninkan pada prinsip keanggotaan terbuka
dan sukarela, prinsip mementingkan pelayanan anggota dan prinsip solidaritas.
Dengan pendekatan kaidah ishtishlah dan istihsan di atas, ada
kecenderungan dibolehkannya kegiatan koperasi. Juga telah disebutkan banyak
segi-segi falsafah, etis dan manajerial yang menunjukkan keselarasan,
kesesuaiandan kebaikan koperasi dalam pandangan Islam. Secara keseluruhan hal
ini telah memberi jalan ke arah istimbath hukum terhadap koperasi. Hasil
istimbath ini tidak sampai kepada wajib, juga tidak sampai kepada haram,
sebagaimana dikemukakan oleh Khalid Abdurrahman Ahmad.
Jika demikian halnya, lantas bagaimana hukum berkoperasi? Kembali pada
sifat koperasi sebagai praktek mu'amalah, maka dapat ditetapkan hukum koperasi
adalah sesuai dengan ciri dan sifat-sifat koperasi itu sendiri dalam
menjalankan roda kegiatannya. Karena dalam kenyataannya, koperasi itu
berbeda-beda substansi model pergerakannya. Misalnya koperasi simpan pinjam
berbeda dengan koperasi yang bergerak dalam bidang usaha perdagangan dan jasa
lainnya. Koperasi simpan pinjam bahkan banyak yang lebih tinggi bunga yang
ditetapkannya bagi para peminjam daripada bunga yang ditetapkan oleh bank-bank
konvensional. Tentunya hal seperti ini tidak diragukan lagi adalah termasuk
riba yang diharamkan. Adapun koperasi semacam kumpulan orang yang mengusahakan
modal bersama untuk suatu usaha perdagangan atau jasa yang dikelola bersama dan
hasil keuntungan dibagi bersama, selagi perdagangan atau jasa itu layak dan
tidak berlebihan di dalam mengambil keuntungan, maka dibolehkan, apalagi jika
keberadaan koperasi itu memudahkan dan meringankan bagi kepentingan masyarakat
yang bersangkutan.
Terakhir kami ingatkan kembali sebuah firman Allah SWT, yang artinya:
"Dan sesungguhnya kebanyakan
orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh; dan amat
sedikitlah mereka itu." (Q. S. 38: 24)
Wallohu a'lam.
Daftar pustaka:
Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, jilid 13.
Al-Fatawa, Muhammad Syalthut.
Islam dan Koperasi, Ahmad Dimyadhi dan kawan-kawan.
Deskripsi Ekonomi Islam, Monzer Kahf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar