Dalam Ensikloped Indonesia di sebutkan
bahwa asuransi ialah jaminan atau perdagangan yang di berikan oleh penanggung
(misalnya kantor asuransi) kepada yang bertanggung untuk risiko kerugian
sebagai yang ditetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran,
kecuriam, kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa (kematian)
atau kecelakaan lainnya, dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang
di tentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan.
A. Abbas Salim memberi pengertian, bahwa
asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit)
yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
Dari pengertian diatas dapat diambil
kesimpulan, bahwa hal itu sama dengan orang yang bersedia membayar kerugian
yang sedikit pada masa sekarang agar dapat menghadapi kerugian-kerugain besar
yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.
Misalnya, dalam asuransi kebakaran
seseorang mengasuransikan rumahnya, pabriknya atau tokonya kepada perusahaan
asuransi. Orang tersebut harus membayar premi kepada perusahaan asuransi. Bila
terjadi kebakaran, maka perusahaan akan mengganti kerugian-kerugian yang disebabkan
oleh kebakaran itu.
Di Indonesia kita kenal ada beramcam-macam
asuransi dan sebagai contoh di kemukakan dibawah ini, di antaranya:
Asuransi
Beasiswa
Asuransi beasiswa mempunyai dasar dwiguna.
Pertama jangka pertanggungan dapat 5-20 tahun, disesuaikan denagn usia dan
rencana sekolah anak, kedua, jika ayah (tetanggung) meninggal dunia sebelum
habis kontrak, pertanggungan menjadi bebas premi sampai habis kontrak polisnya.
Tetapi jika anak yang di tunjuk meninggal, maka alternatifnya ialah mengganti
dengan anak yang lainnya, mengubah kontrak kepada bentuk lainnya, menerima
uangnya secara tunai, bila polisnya telah berjalan tiga tahun lebih, atau
membatalkan perjanjian (sebelum tiga tahun belum ada harga tunai). Pembayaran
beasiswaa dimulai, bila kontrak sudah habis.
Asuransi
Dwiguna
Asuransi Dwiguna dapat diambil dalam jangka
10-15-25-30 tahun dan mempunyai dua guna:
1.
Perlindungan bagi keluarga, bilamana tertanggung
meninggal dunia dalam jangka waktu tertanggungan.
2.
Tabungan bagi tertanggung, bilamana tertanggung
tetap hidup pada akhir jangka pertanggungan.
Asuransai
Jiwa
Asuransi jiwa adalah asuransi yang
bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial yang tidak terduga yang
disebabkan orang meninggal terlalu cepat atau hidupnya terlalu lama. Jadi ada
dua hal yang menjadi tujuan asuransi jiwa ini, yaitu menjamin hidup anak atau
keluarga yang ditinggalkan, bila pemegang polis meninggal dunia atau untuk
memenuhi keperluan hidupnya atau keluarganya, bila ditakdir akan usianya lanjut
sesudah masa kontrak berakhir.
Asuransi
Kebakaran
Asuransi kebakaran bertujuan untuk
mengganti kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusahaan
menjamin risiko yang terjadi karena kebakaran. Oleh karena itu perlu dibuat
suatu kontrak (perjanjian) antara pemegang polis (pembeli asuransi) dengan
perusahaan asuransi. Perjanjian dibuat sedemikian rupa, agar kedua belah pihak
tidak merasa dirugikan.
Demikianlah diantara macam asuransi yang
kita kenal di Indonesia ini. Kalau kita perhatikan tujuan dari semua macam
asuransi itu maka pada prinsipnya pihak perusahaan asuransi memperhatikan
tentang masa depan kehidupan keluarga, pendidikannya dan termasuk jaminan hari
tua. Demikian juga perusahaan asuransi turut memikirkan dan berusaha untuk
memperkecil kerugian yang mungkin timbul akibat terjadi resiko dalam
melaksanakan kegiatan usaha baik terhadap kepentingan pribadi atau perusahaan.
Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam
Mengingat masalah asuransi ini sudah
memasyarakt di Indonesia ini dan di perkirakan ummat Islam banyak terlibat
didalamnya, maka perlu juga dilihat dari sudut pandang agama Islam.
Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa
asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan
orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya
dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang
artinya:
"Dan
tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi
rezekinya."(Q. S. Hud: 6)
"……dan
siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di
samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……" (Q. S. An-Naml: 64)
"Dan
kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami
menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki
kepadanya."(Q. S. Al-Hijr: 20)
Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami
bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua
makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Allah telah
menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya,
mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Orang yang melibatkan diri kedalam asuransi
ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahdapi masa depan dan masa
tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak ada dijelaskan secara tegas dalam
nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah
perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan perbedaan pendapat tersebut, juga
mesti dihargai.
Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian
berikut:
Asuransi
itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq,
Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil
al-Muth'i (mufti Mesir"). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
1.
Asuransi sama dengan judi
2.
Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
3.
Asuransi mengandung unsur riba/renten.
4.
Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena
pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang
premi yang sudah dibayar atau di kurangi.
5.
Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar
dalam praktek-praktek riba.
6.
Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar
mata uang tidak tunai.
7.
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis,
dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
Asuransi
di perbolehkan dalam praktek seperti sekarang
Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd.
Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas
Syari'ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada
Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha
al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:
1.
Tidak ada nash (al-Qur'an dan Sunnah) yang
melarang asuransi.
2.
Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
3.
Saling menguntungkan kedua belah pihak.
4.
Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum,
sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang
produktif dan pembangunan.
5.
Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
6.
Asuransi termasuk koperasi (Syirkah
Ta'awuniyah).
7.
Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem
pensiun seperti taspen.
Asuransi
yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh
Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).
Alasan kelompok ketiga ini sama dengan
kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula
dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).
Alasan golongan yang mengatakan asuransi
syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya
asuransi itu.
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa
masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang
mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan,
yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar. Sekiranya ada
jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan
alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam.
Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW: "Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu
(berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu." (HR. Ahmad)
Asuransi menurut ajaran agama Islam yang
sudah mulai digalakkan dalam masyarakat kita di Indonesia ini, sama seperti
asuransi yang sudah ada selama ini pada PT. Asuransi Bumi Putera, Asuransi
Jiwasraya, dan asuransi lainnya. Macamnya sama tetapi sisitem kerjanya berbeda
yaitu dengan system mudharabah (bagi hasil).
Takaful
Kebakaran
Asuransi takaful kebakaran memberikan
perlindungan tehadap harta benda seperti toko, industri, kantor dan
lain-lainnya dari kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran, kejatuhan pesawat
terbang, ledakan gas dan sambaran petir.
Takaful
pengankutan barang
Asuransi bentuk ini memberikan perlindungan
terhadap kerugian atas harta benda yang sedang dalam pengiriman akibat terjadi
resiko yang disebabkan alat pengankutannya mengalami musibah atau kecelakaan.
Takaful
keluarga
Asuransi takaful kelurga ini tercakup
didalamnya, takaful berencana, pembiayaan, berjangka, pendidikan, kesehatan,
wisata dan umroh dan takaful perjalanan haji.
Dana yang terkumpul dari peserta,
diinvestasikan sesuai prinsip syariah. Kemudian hasil yang diperoleh dengan
cara mudharabah, dibagi untuk seluruh peserta (pemegang polis) dan untuk
perusahaan. Umpamanya 40% untuk peserta dan 60% untuk perusahaan.
Sebagaimana telah disinggung diatas, bahwa
macam suransi konvensional sama saja dengan asuransi yang berlandaskan syariah.
Namun dalam pelaksanaanya ada perbedaan mendasar yaitu bagi hasil (mudharabah)
pada asuransi yang berlandaskan syariah dan tidak demikian pada asuransi
konvesional.
Disamping itu ada alasan lain lagi yang
perlu jadi bahan pertimbangan, terutama oleh golongan (ulama) yang mengharamkan
asuransi konvensional, disebabkan oleh tiga hal yaitu:
1.
Gharar
(ketidakpastian)
Dalam asuransi konvensional ada gharar
(ketidak pastian), karena tidak jelas akad yang melandasinya. Apakah akad Tabaduli
(jual beli) atau akad Takafuli (tolong menolong). Umpamanya saja sekiranya
terjadi klaim, seperti asuransi yang diambil sepuluh tahun dan pembayaran premi
(Rp. 1.500.000,- per tahun. Kemudian pada tahun ke-5 dia meninggal dunia, maka
pertanggungan yang diberikan sebesar Rp. 15.000.000.-. Hal ini berarti, bahwa
uang yang Rp. 7.500.000,- (pembayaran premi Rp. 7.500.000,-selama lima tahun)
itu adalah gharar, dan tidak jelas dari mana asalnya. Berbeda dengan asuransi
takaful, bahwa sejak awal polis dibuka, sudah diniatkan 95% premi untuk
tabungan dan 5% diniatkan untuk tabarru (derma/sumbangan).
Jika terjadi klaim pada tahun kelima, maka
dan yang Rp. 7.500.000,- itu tidak gharar, tetapi jelas sumbernya, yaitu dari
dana kumpulan terbaru/derma.
2.
Maisir
(judi atau gambling)
Mengenai judi jelas hukumnya, yaitu haram
sebagaimana di firmankan Allah dalam surat al-Maidah: 90. Dalam asuransi konvensional, judi timbul
karena dua hal:
Sekiranya seseorang memasuki satu premi,
ada saja kemungkinan dia berhenti karena alasan tertentu. Apabila berhenti
dijalan sebelum mencapai masa refreshing pheriod, dia bisa menerima uangnya
kembali (biasanya 2-3 tahun) dan jumlahnya kira-kira 20% dan uang itu akan
hangus. Dalam keadaan seperti inilah ada unsur judinya.
Sekiranya perhitungan kematian itu tepat,
dan menentukan jumlah polis itu juga tepat, maka pearusahaan akan untung.
Tetapi jika salah dalam perhitungan, maka perusahaan akan rugi. Jadi jelas
disini unsur judi (untung-untungan).
Dalam asuransi takaful berbeda, karena
sipenerima polis sebelum mencapai refreshing period sekalipun, bila dia
mengambil dananya (karena seasuatu hal), maka hal itu di bolehkan. Perusahaan
asuransi ialah sebagai pemegang amanah. Malahan kalu ada kelebihan/ untung,
maka pemegang polispun ada menerimanya.
3.
Riba
(rente)
Dalam asuransi konvensioanal juga terjadi
riba, karena dananya di investasikan (diputar). Sedangakn masalah riba (rente)
dipersoalkan oleh para alim ulama. Ada ulama mengharamkannnya, ada yang
membolehkannya dan adapula yang mengatakan syubhat. Jalan yang ditempuh oleh
asuransi takaful adalah cara mudhrabah (bagi hasil). Dengan demikian, tidak ada
riba (rente) dalam asurasni takaful.
Agar asuransi takaful yang berlandaskan
syariah Islamiah dapat berjalan dan berkembang dalam masyarakat kita di
Indonesia ini, maka asuransi takaful itu perlu dimasyarakatakan dan
manajemennya hendaknya dilaksankan dengan baik dan rapi, sehingga mendapat
kepercayaan dari masyarakat luas. Masyarakat sebenarnya ingin bukti nyata
mengenai suatu gagasan, ingin mendapat jaminan, ketenangan selama masih hidup
dan ingin pula jaminan untuk anak turunan sesudah meninggal dunia.
Apabila asuransi takaful yang berlandaskan
syariah Islamiah sudah mewujudkan kehendak anggota masyarakat, maka orang yang
senang bergelimang dengan hal-hal yang syubhat dan dihadapkan pada ketentuan
hukum yang bertolak belakang, akan berkurang.
Sumber: Masail Fiqhiyah; Zakat, Pajak,
Asuransi dan Lembaga Keuangan, M Ali Hasan koperasi dalam pandangan Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar