Dalam kondisi normal, manusia
sepenuhnya sadar bahwa kehidupannya diwarnai dengan suka dan duka, sedih dan
gembira, menangis dan tertawa, sengsara dan bahagia.
Namun kesadaran tersebut hilang,
manakala manusia tiba-tiba dirundung duka, kesedihan dan kesengsaraan.
Sebaliknya, banyak manusia bersikap up-normal pada saat suka-cita, gembira dan
bahagia.
Tepatlah kemudian jika Alquran
menyitir sifat manusia yang umumnya suka mengeluh, sebagaimana tersebut di
dalam firman-Nya, "Sungguh, manusia diciptakan bersikap suka mengeluh.
Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila dia mendapat
kebaikan (harta) dia jadi kikir." (QS. Al-Ma'arij: 19-21).
Namun Alquran mengajarkan kepada
kaum muslimin untuk mempertahankan posisi normal dalam keadaan apa pun baik
suka maupun duka, baik tertimpa musibah ataupun dianugerahi kebahagiaan.
Hal tersebut karena posisi normal
mengisyaratkan ketenangan dan kerelaan seseorang atas takdir yang ditentukan
Allah, yang menunjukkan pula kuatnya
iman. Lebih dari itu, posisi normal menjadikan seseorang dapat tetap berpikir
logis dan pengendalian diri dengan baik.
Adalah merupakan kewajiban kaum
muslimin untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah dan bersyukur saat
mendapat anugerah. Hal tersebut karena seorang Muslim yakin bahwa kejadian
apapun di bumi dan langit tidak akan terlepas dari takdir Allah SWT serta apa
pun bentuk kejadiannya bagi Allah SWT merupakan suatu hal yang amat mudah.
Sehingga seorang Muslim harus
senantiasa berbaik sangka terhadap Allah, sedangkan yang dilakukannya tidak
lebih sekedar berikhtiar atas apa yang dapat dilakukan. (QS. Al-Hadid: 22).
Sikap seorang Muslim tersebut merupakan respons positif dalam mengatasi sifat
alamiah manusia yang umumnya mengeluh pada saat susah dan kikir saat mendapat
anugerah.
Sikap tersebut merupakan
modifikasi dari sifat alamiah-negatif menjadi progresif-positif dengan tujuan
agar kaum muslimin tidak sampai bersedih hati dalam menghadapi masalah hingga
berujung pada sikap putus asa.
Sebaliknya, jika anugerah yang
diberikan oleh Allah, maka seorang mukmin tidak boleh pula terlalu gembira yang
berujung pada sikap sombong dan lupa diri. (QS. Al-Hadid: 23). Sikap moderat inilah
yang ditekankan Alquran dalam banyak kesempatan sehingga dengan kemoderatannya
seorang muslim tetap dalam kondisi normal.
Sikap moderat tersebut sekaligus
sebagai bentuk antitesa terhadap sikap orang-orang munafik yang sering berada
pada satu titik ekstrem, yaitu berjanji beriman kepada Allah sebelum mendapat
anugerah dan bersikap kikir saat mendapatkannya. (QS. At-taubah: 75-77).
Dengan demikian seorang Muslim
hendaknya senantiasa memiliki keyakinan kuat bahwa nasib dari perjalanan
hidupnya adalah takdir Allah dan kewajiban dirinya adalah berikhtiar dengan
sekuat tenaga dan sebaik-baiknya usaha (QS. Al Mulk: 2). Kedua, memiliki
prasangka baik terhadap Allah SWT atas takdir apapun pada dirinya.
Ketiga, berusaha untuk bersikap
moderat dalam keadaan apa pun dan terus berusaha menjadi lebih baik, sehingga
tetap mampu berpikir normal dan kritis serta tidak terbawa oleh penderitaan
atau terlena oleh kenikmatan.
Keempat, memiliki visi untuk senantiasa bersyukur atas
nikmat yang diberikan Allah dan bersabar kala menerima cobaan serta yakin bahwa
nikmat yang diberikan Allah jauh lebih banyak dari cobaan yang diterima.
Wallahu a'lam.
Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar