Kaum Muslimin
sepatutnya menyambut kedatangan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal
tersebut karena Allah SWT telah menjadikan hari-hari pertama bulan Dzulhijjah
sebagai "musim kebaikan" baik bagi para jamaah haji maupun bagi yang
sedang tidak melaksanakan rukun Islam kelima tersebut.
Allah SWT
bersumpah demi sepuluh hari itu (QS. Al Fajar: 1-2), dan tiadalah sumpah
dikemukakan oleh Tuhan kecuali di dalamnya terkandung keagungan dan keutamaan
tempat, waktu maupun keadaan.
Bagi para jamaah
haji, pemanfaatan momentum sepuluh hari bulan Dzulhijjah akan meningkatkan
kualitas dan konsentrasi ibadah haji serta syiar Islam secara keseluruhan.
Sedangkan bagi
yang tidak melaksanakan haji, bersungguh-sungguh beribadah pada hari-hari
tersebut kualitasnya menyamai jihad fi sabilillah, karena keutamaan awal
sepuluh hari Dzulhijjah semisal keutamaan sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Ibnu Hajar
Al-Asqalani menyebut bahwa keistimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
disebabkan oleh berkumpulnya ibadah-ibadah utama yang terdiri dari: shalat,
sedekah, puasa dan haji.
Sedangkan Ibnu
Katsir menukil riwayat dari Ibnu Abbas RA menyatakan bahwa Allah SWT mewahyukan
Taurat kepada Musa AS yang didahului dengan berpuasa selama 40 hari; 30 hari
disinyalir berada pada bulan Dzulqa’dah dan 10 hari lainnya awal Dzulhijjah.
Puasa itu menjadi penyempurna turunnya Taurat kepada Musa, dan pada bulan yang
sama Allah SWT menurunkan wahyu terakhir Alquran kepada Rasulullah SAW.
Di bulan
Dzulhijjah, Allah SWT menggabungkan keharaman waktu (Dzulhijjah sebagai salah
satu bulan haram), keharaman tempat (Makkah dan Madinah sebagai tanah Haram),
dan keharaman kondisi/momentum (berhaji di Baitul Haram yang menjadi profil
paripurna seorang Muslim).
Maka, berbagai
keistimewaan tersebut menjadikan bulan Dzulhijjah sebagai bulan istimewa,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Tidak
ada suatu hari yang perbuatan baik di dalamnya lebih dicintai oleh Allah SWT
daripada amalan sepuluh hari."
Para sahabat
bertanya, "Tidak pula jihad fi
sabilillah (lebih baik darinya)?"
Rasulullah SAW
menjawab, "Tidak pula Jihad di jalan
Allah (lebih baik darinya), kecuali seorang laki-laki yang keluar rumah dengan
mambawa jiwa dan hartanya serta pada saat pulang tidak membawa apa-apa."
(HR. Bukhari).
Karena
keistimewaan itu, beberapa perbuatan baik yang istimewa dilakukan di antaranya:
1.
Menjalankan ibadah haji bagi mereka yang mampu
melaksanakannya. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa melakukan ibadah haji di rumah ini dan tidak berkata kotor
maupun tidak berguna, maka dosanya akan dihapuskan sebagaimana bayi yang baru
keluar dari rahim ibunya." (HR. Bukhari-Muslim).
2.
Puasa sunah tarwiyah dan arafah. Adalah
Rasulullah SAW yang berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah, Hari Asyura dan tiga
hari dalam setiap bulan." (HR. Abu Daud).
3.
Memperbanyak takbir, tahmid dan tahlil. Dari
Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak
ada hari yang perbuatan baik di dalamnya lebih agung di sisi Allah dan
dicintai-Nya dibanding sepuluh hari. Maka perbanyaklah tasbih, tahmid, tahlil
dan takbir di dalamnya." (HR. Tabrani).
4.
Melaksanakan penyembelihan kurban (jika mampu).
Dari Ummu Salmah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian menyaksikan bulan Dzulhijjah dan berkeinginan
untuk berkurban, maka janganlah mengambil sekecil apa pun bagian dari rambut
maupun kukunya sampai ia disembelih." (HR. Muslim).
5.
Memperbanyak ibadah sunah semisal berpuasa,
shalat, sedekah, membaca Alquran dan semacamnya. (QS. Ali Imran: 133).
Demikianlah
keistimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dengan harapan kaum Muslimin
dapat memanfaatkan momentum istimewa dengan amal ibadah yang bernilai istimewa.
Wallahu a'lam.
Oleh: Dr Muhammad Hariyadi, MA di www.republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar