Sebagian dari kita
mungkin sudah pernah membaca cerita ini tapi apa salahnya saya muat kembali di posting
ini, buat saudara-saudara kita yang belum pernah membaca cerita ini dan sebagai
bahan review buat yang sudah pernah membaca. Semoga bermanfaat………
Suatu masa dahulu,
terdapat sebatang pohon apel yang amat besar.Seorang kanak kanak lelaki begitu
gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat pohon
tersebut, memetik serta memakan apel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya dia beristirahat
lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu
menyayangi tempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.
Masa berlalu… anak lelaki itu sudah besar dan
menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain
di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada
pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. “Marilah bermain-mainlah di
sekitarku,” ajak pohon apel itu.“Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi
gemar bermain dengan engkau,” jawab remajaitu. “Aku mau permainan. Aku perlu
uang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada yang sedih. Lalu pohon
apel itu berkata, “Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah
untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel di pohon itu dan pergi dari
situ.Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.
Masa berlalu…
Suatu hari, remaja itu
kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira. “Marilah
bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu. “Aku tiada waktu untuk
bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumah
sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bisakah kau menolongku?” Tanya
anak itu. “Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong
dahan-dahanku yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.” Pohon apel itu
memberikan cadangan. Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong ke semua
dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut
gembira tetapi kemudiannya merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi
selepas itu.
Suatu hari yang panas,
seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki
yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon
apel itu. “Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka
bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk
belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai perahu. Bisakah kau menolongku?” Tanya
lelaki itu.
“Aku tidak mempunyai
perahu untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini
untuk dijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata pohon apel
itu.
Lelaki itu merasa amat
gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudian pergi dari situ dengan
gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.
Namun begitu, pada suatu
hari, seorang lelaki yang semakin di mamah usia, datang menuju pohon apel itu.
Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu. “Maafkan
aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan
buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat perahu.
Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan
nada pilu.
“Aku tidak mahu apelmu
karena aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mahu dahanmu kerana
aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batang pohonmu kerana aku tidak
berupaya untuk belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki
tua itu.
“Jika begitu,
istirahatlah di perduku,” kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat
di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.
Tahukah kamu.
Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah kedua-dua
ibu bapak kita. Saat kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika kita
meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan
mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita di dalam kesusahan. Namun
begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia
dan gembira dalam hidup. Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap
kejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana
kebanyakan anak-anak masa kini melayani ibu bapak mereka.
Hargailah jasa ibu bapak
kepada kita. Dengan berbakti ke[ada keduanya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar