"Barangsiapa
yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya.
Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Q. S. Ath-Thalaq: 2-3)
Termasuk di antara sebab
diturunkannya rizki adalah bertawakkal kepada Allah dan Yang kepadaNya
tempat bergantung. Insya Allah kita akan membicarakan hal ini melalui tiga hal:
A.
Yang
Dimaksud Bertawakkal kepada Allah
Para ulama –semoga Allah membalas mereka dengan
sebaik-baik balasan– telah menjelaskan makna tawakkal. Di antaranya adalah Imam
Al-Ghazali, beliau berkata: "Tawakkal adalah penyandaran hati hanya
kepada wakil (yang di-tawakkali) semata." Al-Allamah Al-Manawi berkata: "Tawakkal adalah
menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di tawakkali." Menjelaskan
makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qori
berkata: "Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang
berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik
makhluk maupun rizki, pemberian atau pelarangan, bahaya atau manfaat,
kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala hal yang
disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada), semuanya itu adalah dari
Allah."
B.
Dalil
syar'i Bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci Rizki
Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Muba-rak,
Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qhudha'i dan Al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin
Khaththab bahwa Rasulullah bersabda: "Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada
Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana
rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang
sore hari dalam keadaan kenyang." Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah yang
berbicara dengan wahyu menjelaskan, orang yang bertawakkal kepada Allah dengan
sebenar-benar tawakkal, niscaya dia akan diberi rizki oleh Allah sebagaimana
burung-burung diberiNya rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah
bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup, Yang tidak pernah mati. Karena itu,
barangsiapa bertawakkal kepada-Nya, niscaya Allah akan mencukupinya. Allah
berfirman: "Dan
barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya.
Se-sungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Q. S. Ath-Thalaq: 3). Menafsirkan ayat tersebut, Ar-Rabi' bin Khutsaim
me-ngatakan: "(Mencukupkan) diri setiap yang membuat sempit manusia."
C.
Apakah
Tawakkal itu Berarti Meninggalkan Usaha?
Sebagian orang mukmin ada yang berkata: "Jika
orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki, maka kenapa kita
harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk
dan bermalasan-malasan, lalu rizki kita datang dari langit?" Perkataan ini
sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkan tentang hakikat tawakkal.
Nabi kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakkal dan diberi rizki
itu dengan burung yang pergi di pagi hari dan pulang pada sore hari, padahal
burung itu tidak memiliki sandaran apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik
atau pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakkal kepada Allah Yang Maha Esa
dan Yang kepadanya tempat bergantung. Dan sungguh para ulama –semoga Allah
membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan– telah memperingatkan masalah ini.
Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata: "Dalam hadits tersebut
tidak ada isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha, sebaliknya justru
di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud
hadits tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakkal kepada Allah dalam
kepergian, kedatangan dan usaha mereka, dan mereka mengetahui kebaikan (rizki)
itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan
mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut."
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki
yang hanya duduk di rumah atau masjid seraya berkata, "Aku tidak mau
bekerja sedikit pun, sampai rizkiku datang sendiri." Maka beliau
berkata, Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh
Nabi bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menjadikan
rizkiku melalui panahku." Dan
beliau bersabda: "Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan
sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah memberimu rizki sebagaimana yang
diberikanNya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan
pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadits tersebut dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka mencari rizki. Selanjutnya Imam Ahmad berkata: "Para Sahabat berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita." Syaikh Abu Hamid berkata: "Barangkali ada yang mengira bahwa makna tawakkal adalah, meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang dilemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat memotong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum syari'at. Sedangkan syari'at memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam agama dapat diperoleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula? Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan, "Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu tampak da-lam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya." Imam Abul Qosim Al-Qusyairi berkata: "Ketahuilah sesungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan tawakkal yang ada di dalam hati, setelah seorang hamba meyakini bahwa rizki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena taqdir-Nya, dan jika terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dari-Nya." Di antara yang menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya, ia berkata: "Seseorang berkata kepada Nabi, Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal?' Nabi bersabda: 'Ikatlah kemudian bertawakkallah'."
Dan dalam riwayat Al-Qudha'i disebutkan: "Amr bin Umayah berkata: 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakkallah'."
Dalam hadits tersebut dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka mencari rizki. Selanjutnya Imam Ahmad berkata: "Para Sahabat berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita." Syaikh Abu Hamid berkata: "Barangkali ada yang mengira bahwa makna tawakkal adalah, meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang dilemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat memotong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum syari'at. Sedangkan syari'at memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam agama dapat diperoleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula? Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan, "Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu tampak da-lam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya." Imam Abul Qosim Al-Qusyairi berkata: "Ketahuilah sesungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan tawakkal yang ada di dalam hati, setelah seorang hamba meyakini bahwa rizki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena taqdir-Nya, dan jika terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dari-Nya." Di antara yang menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya, ia berkata: "Seseorang berkata kepada Nabi, Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal?' Nabi bersabda: 'Ikatlah kemudian bertawakkallah'."
Dan dalam riwayat Al-Qudha'i disebutkan: "Amr bin Umayah berkata: 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakkallah'."
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tawakkal
tidaklah berarti meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap muslim wajib berikhtiar
secara lahir dengan bersungguh-sungguh mendapatkan penghidupan, akan tetapi ia tidak
boleh menyandarkan diri pada kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus
meyakini bahwa rizki itu hanyalah dari Dia semata dengan segala pengaturan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar