"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Rabb kami ialah
Allah," kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah
kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah
dijanjikan Allah kepadamu." (Fushshilat: 30)
Rasulullah saw dan para sahabat adalah orang-orang yang
memiliki jiwa militansi sangat tinggi, mereka patut untuk kita jadikan panutan
dalam hal iltizam. Apakah pantas orang-orang yang mengikuti jalan mereka selaku
umat terbaik justeru dicap negatif sebagaimana yang sering terjadi sekarang
ini?
Iltizam adalah suatu kata yang umum yang menunjukkan makna
menetapi dan sungguh-sungguh terhadap syariat atau selainnya. Akan tetapi, dalam
konteks sekarang ini lebih cenderung banyak dipakai untuk istilah orang yang
berpegang teguh terhadap syariat dan tamasuk (memegang erat) agama (Islam). Dari
sini kita katakan bahwa orang yang bersungguh-sungguh dalam agama (iltizam)
adalah seorang lurus dan istikamah (mustaqim), memagang syariat (al mutamassik
bisy syari'ah), taat kepada Allah (al muthi' lillah), atau menjalankan syariat
Allah dan itiba kepada Rasulullah saw ('amilan bisyari'atillah wa muttabi'an
lirasulillah).
Dari definisi (ta'rif) di atas, iltizam pada prinsipnya adalah
memegang teguh syariat, mengamalkannya dan itiba kepada sunah Rasulullah saw:
inilah hakikat iltizam. Kita akan melihat bahwa seorang yang multazim aktivitas
kesehariannya akan berkisar pada amalan-amalan wajib, ataupun sunah, mungkin
juga tambahan (nawafil) dari bentuk-bentuk ibadah dan ketaatan, bisa juga fardu
kifayah. Demikianlah tuntutan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan
memposisikan dirinya sebagai orang yang multazim.
Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (Ali
Imran: 103). Dalam konteks ini iltizam bermakna menetapi sesuatu dan berpegang
teguh kepadanya (I'tisham).
"Maka wajib atas kalian semua berpegang teguh dengan sunahku dan sunah khulafaur rasidin yang telah mendapatkan petunjuk, gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham." (maksudnya berpegang teguhlah dengan sunah sekuat tenaga, red) (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan ad Darimi).
Apa yang dilakukan seorang multazim? Seorang yang benar-benar multazim harus melakukan amalan-amalan yang menjadi bukti konkrit atas kesungguhan dan komitmennya terhadap Islam.
"Maka wajib atas kalian semua berpegang teguh dengan sunahku dan sunah khulafaur rasidin yang telah mendapatkan petunjuk, gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham." (maksudnya berpegang teguhlah dengan sunah sekuat tenaga, red) (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan ad Darimi).
Apa yang dilakukan seorang multazim? Seorang yang benar-benar multazim harus melakukan amalan-amalan yang menjadi bukti konkrit atas kesungguhan dan komitmennya terhadap Islam.
Pertama, Berpegang teguh dengan as
Sunah. Seorang yang multazim sudah barang tentu harus memegang as Sunah dengan
sungguh-sungguh, atau dengan kata lain mereka adalah ahlus sunah dan ahlus
syariah. Dia juga al jamaah (kelompoknya Nabi dan para sahabat), meskipun
minoritas dalam umat manusia, tetapi mayoritas untuk pengikut Muhammad; akan
tetapi, mereka yang benar-benar pengikut sejati yang kuat dan berada di baris
terdepan adalah minoritas dari yang mayoritas pengikut Muhammad
saw.
Kedua, seorang yang multazim giat menuntut ilmu. Muslim yang multazim haruslah selalu menuntut ilmu sehingga ia beribadah kepada Allah di atas dasar cahaya dan hujjah yang jelas, bukan di atas prasangka dan dugaan, meniru dan ikut-ikutan, kejahilan dan kesesatan. Masalah ini tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab seorang yang iltizam dengan ajaran Islam otomatis akan menjadi da'i yang menyeru ke jalan Allah. Ia akan mengajak orang lain untuk beristikamah, iltizam dan menjalankan syariat Allah dalam kehidupan. Dengan ilmu (syar'i) inilah, ia akan mengajak orang ke jalan Allah dengan berlandaskan hujah yang terang (bashirah).
Ketiga, multazim adalah seorang yang meninggalkan bid'ah, maksiat dan kesia-siaan (lahwu). Seorang yang istikamah harus selalu bersemangat untuk senantiasa melakukan apa-apa yang disyariatkan Allah, belajar dan mengajarkan Islam. Ia selayaknya juga harus berusaha sekuat tenaga menjauhi segala bentuk yang bisa mencoreng harga dirinya, menodai keadilannya, dan apa saja yang bisa menuurunkan martabat dan kedudukannya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara meninggalkan bid'ah, maksiat, dan segala bentuk kesia-siaan.
Keempat, ia berdakwah menyeru ke jalan Allah, juga berjihad menegakkan kalimatullah. Setelah seseorang diberi rahmat oleh Allah berupa kemampuan untuk beriltizam dan beristiqamah, maka ia tidak boleh berhenti sampai di sini. Akan tetapi, ia masih mempunyai kewajiban yang sangat penting, yaitu berdakwah mengajak orang ke jalan Allah. Mengajak siapa saja, baik itu saudara, sahabat, teman kerja, keluarga, dan siapa saja yang ada di sekelilingnya. Ini merupakan salah satu kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya seiman, sebab jika ia tidak berdakwah kepada kebaikan tentu mereka yang buruk dan sesat akan mengajak kepada keburukan dan kesesatan yang mereka kerjakan. Bukankah kita akan senang jika banyak orang yang mengikuti jejak kebaikan yang kita lakukan? Bukankah kita senang jika banyak orang yang menolong dan membantu kita? Kita juga akan merasa senang jika banyak orang yang senantiasa berbuat kebajikan dan meniti agama yang lurus, baik itu kalangan pemuda, remaja, maupun anak-anak.
Kedua, seorang yang multazim giat menuntut ilmu. Muslim yang multazim haruslah selalu menuntut ilmu sehingga ia beribadah kepada Allah di atas dasar cahaya dan hujjah yang jelas, bukan di atas prasangka dan dugaan, meniru dan ikut-ikutan, kejahilan dan kesesatan. Masalah ini tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab seorang yang iltizam dengan ajaran Islam otomatis akan menjadi da'i yang menyeru ke jalan Allah. Ia akan mengajak orang lain untuk beristikamah, iltizam dan menjalankan syariat Allah dalam kehidupan. Dengan ilmu (syar'i) inilah, ia akan mengajak orang ke jalan Allah dengan berlandaskan hujah yang terang (bashirah).
Ketiga, multazim adalah seorang yang meninggalkan bid'ah, maksiat dan kesia-siaan (lahwu). Seorang yang istikamah harus selalu bersemangat untuk senantiasa melakukan apa-apa yang disyariatkan Allah, belajar dan mengajarkan Islam. Ia selayaknya juga harus berusaha sekuat tenaga menjauhi segala bentuk yang bisa mencoreng harga dirinya, menodai keadilannya, dan apa saja yang bisa menuurunkan martabat dan kedudukannya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara meninggalkan bid'ah, maksiat, dan segala bentuk kesia-siaan.
Keempat, ia berdakwah menyeru ke jalan Allah, juga berjihad menegakkan kalimatullah. Setelah seseorang diberi rahmat oleh Allah berupa kemampuan untuk beriltizam dan beristiqamah, maka ia tidak boleh berhenti sampai di sini. Akan tetapi, ia masih mempunyai kewajiban yang sangat penting, yaitu berdakwah mengajak orang ke jalan Allah. Mengajak siapa saja, baik itu saudara, sahabat, teman kerja, keluarga, dan siapa saja yang ada di sekelilingnya. Ini merupakan salah satu kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya seiman, sebab jika ia tidak berdakwah kepada kebaikan tentu mereka yang buruk dan sesat akan mengajak kepada keburukan dan kesesatan yang mereka kerjakan. Bukankah kita akan senang jika banyak orang yang mengikuti jejak kebaikan yang kita lakukan? Bukankah kita senang jika banyak orang yang menolong dan membantu kita? Kita juga akan merasa senang jika banyak orang yang senantiasa berbuat kebajikan dan meniti agama yang lurus, baik itu kalangan pemuda, remaja, maupun anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar