“Hai orang-orang
yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri,
mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan
bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kalian kerjakan”.
Menurut
tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya
Ruhul Ma'ani : " setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada
masa lalu, mencerminkan perbuatan dia
untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan
keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak
mengetahui tujuan utamanya".
Jika kita
berfikir tujuan utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk
kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah
dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah Swt?.
Cermin yang
paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik
ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan
bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan. Sebagaimana
pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob :
" حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا "
" حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا "
"
Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah
kelak"
Pentingnya
setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat
nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya
akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia
adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap
hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang sangat
terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang hari ini,
tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses,
tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang
yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari dan
tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”
Untuk itu,
takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada
baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa. Para ulama menyatakan
setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam
menggapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:
1.
Muhasabah
Yaitu
evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah
dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita.
2.
Mu’ahadah
Yaitu
mengingat-ingat kembali janji yang pernah kita katakan. Setiap saat, setiap
shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah : إيّاك
نعبد و إيّاك نستعين
Hanya
kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolong. Kemudian
kita berjanji ; “Sesungguhnya
solatku, ibadahku, hidup dan matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta
alam”. Dengan demikian, ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan
sumpah kita. Semakin sering kita mengingat janji, insya Allah kita akan
senantiasa menapaki kehidupan ini dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang
disebut dengan mua’ahadah.
3.
Mujahadah
Adalah
bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan dalam firmannya :
والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا
والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا
Orang-orang
yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami akan berikan hidayah kejalan kami.
Terkadang
kita ibadah tidak dibarengi dengan kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban
saja, takut jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan.
Padahal bagi seorang muslim yang ingin menjadi orang-orang yang bertakwa, maka
mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan dalam menggapai
ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.
4.
Muraqabah
Adalah
senantiasa merasa diawasi oleh Allah Swt. Inilah diantara pilar ketakwaan yang
harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal tahun dan menutup tahun yang
lalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah dalam bahasa hadisnya adalah
Ihsan.
”الإحسان
هو أن تعبد الله
كأنك تراه فإن لم
تكن تراه فإنه يراك"
artinya
:“Ihsan adalah engkau senantiasa beribadah kepada Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya, kalau pun engkau belum bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya
Allah melihat kepadamu”.
Muraqabah
atau ihsan adalah diantara jalan ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam
menyongsong dan mengisi lembaran tahun baru.
Dulu dimasa
sahabat, sikap muraqabah tertanam dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita
bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab
bertemu dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya.
Umar berkata kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada saya
seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini ada pemliknya,
saya hanya sekedar menggembalakannya saja. Umar lalu berkata : Sudahlah,
katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan
ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah
itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian
memerdekakannya.
Lihatlah,
seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial
yang rendah tetapi memiliki sifat yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu
diawasi oleh Allah dalam segala hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah.
Muraqabah adalah hal yang sangat penting ketika kita ingin menjadikan takwa
sebagai bekal hidup kita ditahun ini dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini
dimiliki oleh setiap muslim, insya Allah kita tidak akan terjerumus pada
perbuatan maksiat. Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah
selalu melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.
5.
Mu’aqobah
Artinya,
mencoba memberi sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan,
memberikan teguran dan sanksi kepada diri kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting
dilakukan agar kita senantiasa meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita
terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri dengan infak disiang hari,
misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi
bantuan kepada simiskin. Kalau diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah
diri kita sendiri dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut
mu’aqabah. Jika sikap ini selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu
mampu meningkatkan kualitas ibadah dan diri kita.
Mengawali tahun 1435 Hijriyah ini, mari takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri,
dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah
dan mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan
diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita
sendiri. Jika lima hal ini kita jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi
hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan
indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar